K
Oleh Jupri Malino, S.Pd.
"Pak, saya rencana mau
pindahkan anak saya ke SLB, dia sudah mau. Tapi titip dulu ya 1 bulan di kelas
bapak, sambil menunggu kakaknya ngurus srat-suratnya" Ucap salah satu
orang tua muridku yang baru saja naik ke kelas 4.
Sebut saja nama anak ini adalah K. K memang siswa yang unik. Bisa dikatakan bahwa ia merupakan salah satu anak berkebutuhan khusus. Dalam tes diagnostik yang saya lakukan, saya mendapati bahwa kemampuan membacanya sangat baik, tapi lafalnya saja yang belum tepat. Hal ini karena K memang belum lancar untuk melafalkan semua huruf. K cukup pendiam. Pada awalnya. Ia selalu tunduk karena sepertinya dia kurang PD. Tidak seperti sekarang yang cukup lumayan mau bergaul dan aktif bermain dengan temannya.
K ternyata punya riwayat yang
sangat memprihatinkan. Sejak kecil, ia ternyata sudah sering masuk rumah sakit
karena step. Bahkan sampai saat ini, ia harus berobat rutin karena masih sering
kejang tiba-tiba. Sepertinya ia punya pengalaman buruk juga terkait
perundungan, karena dalam catatan tengah semester saat melaksanakan refleksi
diri, ... (Poin ini akan saya jelaskan kemudian).
"Baik, bu. Tidak masalah.
Biarkan saja dia tetap sekolah, belajar di kelas saya" Ujarku sambil
memberikan keyakinan kepada orang tuanya.
Akhirnya masa awal tahun ajaran
dimulai. Semua siswa mulai masuk ke kelas masing-masing sesuai pembagian.
Sebelum tahun ajaran baru, kami membagi tugas. Saya yang biasanya di kelas 6,
meminta agar dipindah ke kelas 4, dengan alasan ingin menjemput siswa untuk
dibawa ke kelas 6. Bukan tanpa alasan, karena 3 tahun saya mendapati kesulitan
yang luar biasa. Banyak siswa kelas 6 yang tidak tahu apa-apa. Bahkan dasar
matematika saja seperti penjumlahan dan pengurangan tidak mereka kuasai. Jangan
ditanya cara menjawab soal HOTS. Soal LOTS saja mereka tidak mampu. Saya
mencoba hal ini karena sudah 2 kali saya mencobanya dan berhasil. Anak-anak
yang saya bawa dari kelas 4 atau kelas 5 ke kelas 6, merupakan lulusan-lulusan
yang sangat mampu bersaing. Bahkan mereka saat ini sudah ada yang menjadi
polisi atau kuliah di universitas terbaik negeri dan swasta, baik di kota
maupun di pulau Jawa dan Makassar.
Kembali kepada si K, dan tentu
saja teman-temannya. Mereka adalah korban pandemi Covid 19. Saat masuk di kelas
1, mereka hanya belajar enam bulan, setelah itu libur pandemi. Mereka mulai
masuk sekolah di akhir semester kelas 3. Alhasil, ketika mendapati mereka di
kelas 4, pergumulan saya, dan mereka dimulai.
Kurang lebih dua minggu saya
mengecualikan materi. Saya fokus tes diagnostik, mengajari dasar matematika,
membaca (karena ada 4 yamg belum bisa membaca, dan 3 yang masih mengeja, dari
total 22 peserta didik), huruf vokal dan konsonan, tepuk dan salam PPK, serta
dasar-dasar lainnya yang saya fikir akan berguna dalam pembelajaran
selanjutnya. Dari hasil tes diagnostik, saya kemudian memetakan peserta didik
dengan gangguan bahasa, kesulitan bersosial, serta emosi dan minat. Yang tak
kalah penting refleksi pengalaman belajar 6 bulan tatap muka pada tahun ajaran
sebelumnya.
Saya masih ingat, pada hari kedua,
saya meminta mereka merobek kertas. Ada yang pakai penggaris, ada yang melipat
baru merobek dari lipatan, ada yang melipat sambil diletakkan di bibir agar
basah dan mudah dirobek, ada yang asal robek, ada yang membuat pola kotak, ada
yang dirobek sampai kecil sekali, dan si K, membuat saya menangis.
Kertasnya masih utuh. Ia berkata bahwa ia takut salah robek, dan gemetar sekali
saat saya memandunya untuk percaya diri merobek kertas. Awalnya tampak sulit.
Tapi ketika diberi dorongan, dengan yakin ia mulai merobek kertas tersebut
menjadi beberapa bagian. Momen ini sempat saya rekam dan tampilkan saat rapat
awal tahun ajaran. Beberapa guru sampai menangis, bertanya kepada diri
masing-masing tentang fenomena yang terjadi. Hal ini tentu saja semakin melecut
dan menggelitik hati saya untuk membantu si K. Setidaknya, ia mampu mengurus
dirinya sendiri.
Pada hari ketiga, saya mewajibkan
anak-anak untuk membawa bekal dari rumah. Ini saya lakukan untuk melihat cara
mereka makan bekal. Selain bahwa saya menerima telpon dari wali K yang
mengatakan bahwa K tidak pernah makan bekalnya di sekolah. Tentu saja fokus
saya kepada si K, karena saya semakin menaruh perhatian pada pengalaman
sebelumnya sembari melihat peluang di bagian apa saja saya bisa membantunya
mandiri. And do you know what happened? Ketika saya bertanya, kenapa K
tidak makan, ia ternyata tidak bisa membuka ikatan plastik bekalnya (karena
bekalnya dimasukkan ke kotak bekal dan dibungkus lagi dengan plastik). Saya
kemudian membantunya mengeluarkan bekalnya dari plastik, juga membuka bekalnya.
Lagi-lagi K menunjukkan kalau ia tidak mampu menggenggam sendok dengan baik,
apalagi menyendok nasi. Akhirnya saya minta ia cuci tangan. Tangan satunya
memegang sendok dan tangan satunya membantu menaikkan makanan dan lauk ke
sendok, lalu disuap. Setelahnya, ia tidak segan lagi meminta bantuan untuk
membukakan tutup botol minumnya. Jadi, saya meminta K agar setiap jam istirahat
mengikuti saya ke kantor untuk membantunya makan bekal, sambil bertanya siapa
temannya yang ia percaya di dalam kelas. Selama kurang lebih seminggu, K selalu
ikut saya makan bekal di kantor sambil saya ajari untuk membuka plastik bekal,
membuka kotak bekal, serta membuka tutup botol minumannya. Sampai akhirnya ia
bisa mandiri. Di kelas, saya meminta teman yang K sebutkan sebelumnya untuk
mendampingi K saat belajar dan makan bekal di kelas.
Tak terasa beberapa minggu kami
lalui. Lupa kalau K hanya dititip satu bulan. Saya cukup sedih ketika orang
tuanya datang menghadap.
"Pak, sepertinya K tidak jadi
pindah ke SLB. K tidak mau. Dia bilang senang dengan bapak dan mau tetap
sekolah di sini." Lapor orang tuanya.
Tentu saja saya sangat senang.
Karena perhatian saya dalam waktu singkat menciptakan Trustworthiness
dalam diri peserta didik. Khususnya K.
"Terima kasih sudah
mempercayakan K untuk kami didik. Tapi, kami tetap mohon kerjasama orang tua
agar K bisa berkembang lebih baik. " Ujarku.
Menjelang akhir semester satu,
kami melakukan refleksi diri. Setiap peserta didik menuliskan pengalaman
belajar mereka selama bersama saya. Yang disukai, tidak disukai, saran dan
masukan, serta apa saja yang mereka bisa ungkapkan sebagai Refleksi.
K membuat hati saya terenyuh.
"Aku sayang sama pak Jupri." Kalimat singkatnya di akhir refleksi
sangat menyentuh hati saya. Saya tertegun sejenak. Lalu membaca kembali baris
demi baris yang K goreskan melalui penanya pada kertas.
"Aku senang belajar di sini.
Aku sudah punya teman, namanya R dan C. Tidak ada lagi yang suka mengolok-olok
aku. Aku juga sudah bisa pimpin doa. Aku senang sekolah di sini. Aku sayang
sama pak Jupri". Beberapa kali saya membaca dengan perlahan, dan
meresapkan dalam lubuk hati. Semoga saya tetap semangat untuk membimbing mereka
semua mendapatkan pengalaman belajar yang berharga. Bukan hanya tentang
kognitif, tetapi afektif dan psikomotorik mereka berkembang.
Tak terasa satu tahun ajaran telah
berlalu. Tiba saatnya merayakan kenaikan kelas. Walau masih banyak kekurangan,
tapi setidaknya dua hal yang membuat saya cukup puas. Selain perkembangan K,
hanya tersisa dua peserta didik yang kesulitan membaca, karena masih mengeja
walau sudah sering diberi waktu belajar tambahan. Overall, cukup menurut
saya.
Sayangnya, dengan kepala sekolah
baru, saya tidak diperkenankan mengikuti anak-anak ke kelas 5. Saya diminta
untuk tetap di kelas 4, khususnya 4B. Tidak mengapa, karena saya yakin setiap
guru pasti punya pendekatan yang khas yang mampu membantu membangun kemampuan
peserta didik. Selanjutnya kutitipkan mereka pada wali kelas yang baru. Titip
juga K dalam pengawasan, agar ia kelak semakin berkembang menjadi manusia
dewasa yang berkarakter, mandiri, dan berakhlak mulia.
Catatan akhir
Saat pembagian raport, satu
ungkapan dari orang tua K yang sangat mengejutkan saya. K di lingkungannya
rumahnya menjadi ketua geng. Yeah, walau "anak buah"nya tentu saja
yang umur dan badannya lebih kecil dari dia. Setidaknya, pengalaman belajarnya
cukup bermakna untuk ia terapkan dalam kehidupan nyata. Semoga kelak kamu
menjadi pemimpin yang dikagumi, setidaknya memimpin diri sendiri menjadi
manusia dewasa yang berguna dan bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, dan gereja.
Salam sayang selalu untukmu K.
0 komentar :
Posting Komentar