Rabu, 24 Juli 2024

Cerita Pendek, K Oleh Jupri Malino

 

K

Oleh Jupri Malino, S.Pd.

 

"Pak, saya rencana mau pindahkan anak saya ke SLB, dia sudah mau. Tapi titip dulu ya 1 bulan di kelas bapak, sambil menunggu kakaknya ngurus srat-suratnya" Ucap salah satu orang tua muridku yang baru saja naik ke kelas 4.


Sebut saja nama anak ini adalah K. K memang siswa yang unik. Bisa dikatakan bahwa ia merupakan salah satu anak berkebutuhan khusus. Dalam tes diagnostik yang saya lakukan, saya mendapati bahwa kemampuan membacanya sangat baik, tapi lafalnya saja yang belum tepat. Hal ini karena K memang belum lancar untuk melafalkan semua huruf. K cukup pendiam. Pada awalnya. Ia selalu tunduk karena sepertinya dia kurang PD. Tidak seperti sekarang yang cukup lumayan mau bergaul dan aktif bermain dengan temannya.

K ternyata punya riwayat yang sangat memprihatinkan. Sejak kecil, ia ternyata sudah sering masuk rumah sakit karena step. Bahkan sampai saat ini, ia harus berobat rutin karena masih sering kejang tiba-tiba. Sepertinya ia punya pengalaman buruk juga terkait perundungan, karena dalam catatan tengah semester saat melaksanakan refleksi diri, ... (Poin ini akan saya jelaskan kemudian).

"Baik, bu. Tidak masalah. Biarkan saja dia tetap sekolah, belajar di kelas saya" Ujarku sambil memberikan keyakinan kepada orang tuanya.

Akhirnya masa awal tahun ajaran dimulai. Semua siswa mulai masuk ke kelas masing-masing sesuai pembagian. Sebelum tahun ajaran baru, kami membagi tugas. Saya yang biasanya di kelas 6, meminta agar dipindah ke kelas 4, dengan alasan ingin menjemput siswa untuk dibawa ke kelas 6. Bukan tanpa alasan, karena 3 tahun saya mendapati kesulitan yang luar biasa. Banyak siswa kelas 6 yang tidak tahu apa-apa. Bahkan dasar matematika saja seperti penjumlahan dan pengurangan tidak mereka kuasai. Jangan ditanya cara menjawab soal HOTS. Soal LOTS saja mereka tidak mampu. Saya mencoba hal ini karena sudah 2 kali saya mencobanya dan berhasil. Anak-anak yang saya bawa dari kelas 4 atau kelas 5 ke kelas 6, merupakan lulusan-lulusan yang sangat mampu bersaing. Bahkan mereka saat ini sudah ada yang menjadi polisi atau kuliah di universitas terbaik negeri dan swasta, baik di kota maupun di pulau Jawa dan Makassar.

Kembali kepada si K, dan tentu saja teman-temannya. Mereka adalah korban pandemi Covid 19. Saat masuk di kelas 1, mereka hanya belajar enam bulan, setelah itu libur pandemi. Mereka mulai masuk sekolah di akhir semester kelas 3. Alhasil, ketika mendapati mereka di kelas 4, pergumulan saya, dan mereka dimulai.

Kurang lebih dua minggu saya mengecualikan materi. Saya fokus tes diagnostik, mengajari dasar matematika, membaca (karena ada 4 yamg belum bisa membaca, dan 3 yang masih mengeja, dari total 22 peserta didik), huruf vokal dan konsonan, tepuk dan salam PPK, serta dasar-dasar lainnya yang saya fikir akan berguna dalam pembelajaran selanjutnya. Dari hasil tes diagnostik, saya kemudian memetakan peserta didik dengan gangguan bahasa, kesulitan bersosial, serta emosi dan minat. Yang tak kalah penting refleksi pengalaman belajar 6 bulan tatap muka pada tahun ajaran sebelumnya.

Saya masih ingat, pada hari kedua, saya meminta mereka merobek kertas. Ada yang pakai penggaris, ada yang melipat baru merobek dari lipatan, ada yang melipat sambil diletakkan di bibir agar basah dan mudah dirobek, ada yang asal robek, ada yang membuat pola kotak, ada yang dirobek sampai kecil sekali, dan si K, membuat saya menangis. Kertasnya masih utuh. Ia berkata bahwa ia takut salah robek, dan gemetar sekali saat saya memandunya untuk percaya diri merobek kertas. Awalnya tampak sulit. Tapi ketika diberi dorongan, dengan yakin ia mulai merobek kertas tersebut menjadi beberapa bagian. Momen ini sempat saya rekam dan tampilkan saat rapat awal tahun ajaran. Beberapa guru sampai menangis, bertanya kepada diri masing-masing tentang fenomena yang terjadi. Hal ini tentu saja semakin melecut dan menggelitik hati saya untuk membantu si K. Setidaknya, ia mampu mengurus dirinya sendiri.

Pada hari ketiga, saya mewajibkan anak-anak untuk membawa bekal dari rumah. Ini saya lakukan untuk melihat cara mereka makan bekal. Selain bahwa saya menerima telpon dari wali K yang mengatakan bahwa K tidak pernah makan bekalnya di sekolah. Tentu saja fokus saya kepada si K, karena saya semakin menaruh perhatian pada pengalaman sebelumnya sembari melihat peluang di bagian apa saja saya bisa membantunya mandiri. And do you know what happened? Ketika saya bertanya, kenapa K tidak makan, ia ternyata tidak bisa membuka ikatan plastik bekalnya (karena bekalnya dimasukkan ke kotak bekal dan dibungkus lagi dengan plastik). Saya kemudian membantunya mengeluarkan bekalnya dari plastik, juga membuka bekalnya. Lagi-lagi K menunjukkan kalau ia tidak mampu menggenggam sendok dengan baik, apalagi menyendok nasi. Akhirnya saya minta ia cuci tangan. Tangan satunya memegang sendok dan tangan satunya membantu menaikkan makanan dan lauk ke sendok, lalu disuap. Setelahnya, ia tidak segan lagi meminta bantuan untuk membukakan tutup botol minumnya. Jadi, saya meminta K agar setiap jam istirahat mengikuti saya ke kantor untuk membantunya makan bekal, sambil bertanya siapa temannya yang ia percaya di dalam kelas. Selama kurang lebih seminggu, K selalu ikut saya makan bekal di kantor sambil saya ajari untuk membuka plastik bekal, membuka kotak bekal, serta membuka tutup botol minumannya. Sampai akhirnya ia bisa mandiri. Di kelas, saya meminta teman yang K sebutkan sebelumnya untuk mendampingi K saat belajar dan makan bekal di kelas.

Tak terasa beberapa minggu kami lalui. Lupa kalau K hanya dititip satu bulan. Saya cukup sedih ketika orang tuanya datang menghadap.

"Pak, sepertinya K tidak jadi pindah ke SLB. K tidak mau. Dia bilang senang dengan bapak dan mau tetap sekolah di sini." Lapor orang tuanya.

Tentu saja saya sangat senang. Karena perhatian saya dalam waktu singkat menciptakan Trustworthiness dalam diri peserta didik. Khususnya K.

"Terima kasih sudah mempercayakan K untuk kami didik. Tapi, kami tetap mohon kerjasama orang tua agar K bisa berkembang lebih baik. " Ujarku.

Menjelang akhir semester satu, kami melakukan refleksi diri. Setiap peserta didik menuliskan pengalaman belajar mereka selama bersama saya. Yang disukai, tidak disukai, saran dan masukan, serta apa saja yang mereka bisa ungkapkan sebagai Refleksi.

K membuat hati saya terenyuh. "Aku sayang sama pak Jupri." Kalimat singkatnya di akhir refleksi sangat menyentuh hati saya. Saya tertegun sejenak. Lalu membaca kembali baris demi baris yang K goreskan melalui penanya pada kertas.

"Aku senang belajar di sini. Aku sudah punya teman, namanya R dan C. Tidak ada lagi yang suka mengolok-olok aku. Aku juga sudah bisa pimpin doa. Aku senang sekolah di sini. Aku sayang sama pak Jupri". Beberapa kali saya membaca dengan perlahan, dan meresapkan dalam lubuk hati. Semoga saya tetap semangat untuk membimbing mereka semua mendapatkan pengalaman belajar yang berharga. Bukan hanya tentang kognitif, tetapi afektif dan psikomotorik mereka berkembang.

Tak terasa satu tahun ajaran telah berlalu. Tiba saatnya merayakan kenaikan kelas. Walau masih banyak kekurangan, tapi setidaknya dua hal yang membuat saya cukup puas. Selain perkembangan K, hanya tersisa dua peserta didik yang kesulitan membaca, karena masih mengeja walau sudah sering diberi waktu belajar tambahan. Overall, cukup menurut saya.

Sayangnya, dengan kepala sekolah baru, saya tidak diperkenankan mengikuti anak-anak ke kelas 5. Saya diminta untuk tetap di kelas 4, khususnya 4B. Tidak mengapa, karena saya yakin setiap guru pasti punya pendekatan yang khas yang mampu membantu membangun kemampuan peserta didik. Selanjutnya kutitipkan mereka pada wali kelas yang baru. Titip juga K dalam pengawasan, agar ia kelak semakin berkembang menjadi manusia dewasa yang berkarakter, mandiri, dan berakhlak mulia.

 

Catatan akhir

Saat pembagian raport, satu ungkapan dari orang tua K yang sangat mengejutkan saya. K di lingkungannya rumahnya menjadi ketua geng. Yeah, walau "anak buah"nya tentu saja yang umur dan badannya lebih kecil dari dia. Setidaknya, pengalaman belajarnya cukup bermakna untuk ia terapkan dalam kehidupan nyata. Semoga kelak kamu menjadi pemimpin yang dikagumi, setidaknya memimpin diri sendiri menjadi manusia dewasa yang berguna dan bermanfaat bagi masyarakat, bangsa, dan gereja.

Salam sayang selalu untukmu K.

 

 

0 komentar :

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1